-->
  • Jelajahi

    Copyright © sumbawaupdate
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Techonlogy

    Pembiayaan Jagung Picu Deforestasi di Sumbawa Program KUR dorong produksi, tapi ancam keberlanjutan lingkungan

    Kamis, 23 Oktober 2025, Oktober 23, 2025 WIB Last Updated 2025-10-24T02:57:49Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

     

    Aldiansyah 


    Sumbawa,SumbawaUpdate.com— Ekspansi lahan jagung di Kabupaten Sumbawa yang didorong oleh pembiayaan perbankan melalui skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) dinilai telah menimbulkan dampak ekologis serius. Meskipun skema kredit ini berhasil meningkatkan ekonomi petani, praktik pembukaan lahan baru tanpa pengendalian lingkungan mempercepat laju deforestasi dan memperluas lahan kritis di wilayah tersebut. 


    Direktur Green Investment Sumbawa, Sendi Akramullah, menjelaskan bahwa kemudahan akses pembiayaan dari bank-bank BUMN sejak 2018 mendorong petani secara masif memperluas areal tanam jagung. Namun, perluasan itu sebagian besar dilakukan dengan membuka lahan berhutan, termasuk di lereng-lereng curam yang seharusnya dilindungi. 


    “Kredit murah membuat petani berani membuka lahan baru. Tapi banyak di antara mereka tak sadar bahwa lokasi yang dibuka berada di kawasan hutan atau daerah tangkapan air,” kata Sendi Rabu (9/10/2025). “Dalam lima tahun terakhir, kita melihat peningkatan signifikan deforestasi yang sebagian besar terjadi di lahan jagung.” 


    Data pemantauan satelit Global Forest Watch mencatat, Pulau Sumbawa kehilangan sekitar 34.500 hektare tutupan pohon selama periode 2001–2024, dengan 356 hektare hilang pada tahun 2024 saja. Adapun luas hutan alami yang tersisa diperkirakan sekitar 206 ribu hektare. 


    Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melaporkan bahwa luas lahan kritis di provinsi ini mencapai 96.238 hektare, di mana lebih dari 30 ribu hektare berada di Kabupaten Sumbawa. Sebagian besar kawasan tersebut kini menjadi lahan pertanian jagung yang dibuka tanpa sistem konservasi tanah dan air yang memadai. 


    Paradoks Keuangan Hijau 


    Sendi menilai ada kesenjangan antara komitmen keberlanjutan bank-bank BUMN dengan praktik di lapangan. Meskipun laporan tahunan mereka menegaskan kepatuhan terhadap kebijakan keuangan berkelanjutan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pinjaman kecil seperti KUR masih luput dari penilaian risiko lingkungan. 


    “Bank seolah hijau di atas kertas, tapi di lapangan tetap membiayai deforestasi,” ujar Sendi. “Tidak ada penyaringan spasial atau uji tuntas lingkungan untuk memastikan bahwa lahan yang dibiayai tidak berada di kawasan lindung atau hutan produksi terbatas.” 


    Bencana dan Risiko Sosial 


    Direktur Sumbawa Green Action, Aldiansyah, menambahkan bahwa ekspansi jagung tanpa kendali kini berimbas langsung pada meningkatnya bencana ekologis di wilayah tersebut. 


    “Dalam dua tahun terakhir saja, kami mencatat sedikitnya delapan kejadian banjir bandang dan tanah longsor di wilayah tengah dan Timur Sumbawa,” kata Aldiansyah. “Penyebab utamanya adalah hilangnya vegetasi penahan air akibat pembukaan lahan untuk jagung.”



    Menurut dia, kondisi ini juga mengancam ketahanan pangan jangka panjang karena menurunnya kualitas tanah dan berkurangnya debit air irigasi. “Petani di dataran rendah kini mulai kesulitan air saat musim tanam kedua. Ini ironis, karena program yang tadinya untuk memperkuat ekonomi petani justru melemahkan dasar ekologisnya,” tambahnya. 


    Dorongan Reformasi Kebijakan 


    Baik Sendi maupun Aldiansyah sepakat bahwa kebijakan pembiayaan pertanian perlu direformasi agar sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan. 


    Sendi mengusulkan agar bank-bank pelat merah mengintegrasikan sistem pemetaan geospasial dalam proses penyaluran KUR pertanian. “Dengan teknologi peta digital, bank dapat memastikan lokasi calon debitur tidak berada di kawasan hutan atau lahan dengan kemiringan tinggi,” ujarnya. 


    Ia juga mendorong penerapan “skor hijau” bagi nasabah, yaitu penilaian tambahan terkait praktik pertanian berkelanjutan, seperti pola tanam konservatif dan penggunaan pupuk organik. Petani dengan skor hijau tinggi dapat memperoleh bunga lebih rendah atau plafon kredit lebih besar. 


    Sementara itu, Aldiansyah menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam penataan ruang dan pengawasan lapangan. 


    “Pemerintah harus berani menerapkan moratorium pembukaan lahan baru untuk jagung di kawasan rawan ekologis,” ujarnya. “Selain itu, perlu ada program insentif bagi petani yang beralih ke agroforestri atau tanaman pangan alternatif seperti sorgum dan kacang-kacangan.” 


    Menjaga Ekonomi dan Alam 


    Program pembiayaan jagung memang meningkatkan kesejahteraan petani dalam jangka pendek. Namun, tanpa kebijakan pengendalian dan tata kelola lingkungan yang kuat, keuntungan ekonomi itu berpotensi berubah menjadi kerugian ekologis yang berkepanjangan. 


    “Jagung penting bagi ekonomi daerah, tapi hutan adalah sumber kehidupan,” kata Aldiansyah menegaskan. “Kita harus memastikan bahwa pembangunan di Sumbawa tidak mengorbankan keseimbangan alam yang menjadi fondasinya.”

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini