-->
  • Jelajahi

    Copyright © sumbawaupdate
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Techonlogy

    Kedaulatan di Cangkir Kopi: tanah adat bukan untuk dijual, tapi untuk dihidupi

    Kamis, 23 Oktober 2025, Oktober 23, 2025 WIB Last Updated 2025-10-23T14:23:22Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini




    Potret : Produk Kopi Juang Desa Lawin 


    Sumbawa,SumbawaUpdate.com-Di kaki perbukitan Lawin, Kecamatan Ropang, aroma kopi menyeruak dari rumah panggung milik Aldi­ansyah, 27 tahun. Ketua Koperasi sosok Pemuda Adat Suku Berco itu menimbang biji kopi hasil panen pagi tadi. “Setiap biji ini membawa cerita tanah leluhur kami,” ujarnya 

    Kopi yang dimaksud adalah kopi yang diberi label Coffe Juang, varietas lokal yang tumbuh di tanah subur wilayah adat. Bagi warga setempat, kopi bukan sekadar komoditas. “Ini warisan budaya sekaligus sumber penghidupan,” kata Aldi­ansyah. 

    Tonggak awal penguatan komunitas dimulai pada 2020, ketika Pemerintah Desa Lawin mengesahkan Peraturan Desa (Perdes) No. 1 Tahun 2020 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Cek Bocek/Selesek Reen Sury. Aldi­ansyah menyebut aturan itu sebagai “landasan legal” yang memberi ruang bagi masyarakat adat mengelola wilayahnya. 


    “Tapi pengakuan hukum saja tidak cukup,” katanya. “Kami perlu instrumen ekonomi yang membuat Perdes ini hidup.” Dari situlah gagasan koperasi lahir: menghubungkan norma hukum dengan realitas ekonomi warga. 


    Koperasi yang ia pimpin berfungsi sebagai pusat pengolahan dan pemasaran kopi. Harga beli ditetapkan secara kolektif, proses pasca panen dilakukan bersama, dan distribusi keuntungan dibagi rata. “Nilai tambahnya tetap di tangan komunitas, bukan tengkulak,” ujar Aldi­ansyah. 


    Selain urusan teknis, koperasi juga memosisikan diri sebagai “institusi ekonomi kultural” yang menjaga praktik pertanian adat. Tidak ada pupuk kimia, semua pengolahan mengikuti siklus alam. 


    Setiap kemasan kopi yang keluar dari koperasi diberi label berisi narasi singkat tentang tanah leluhur dan sistem pertanian lestari Suku Berco. Aldi­ansyah menyebutnya “diplomasi kopi”—cara mengajak konsumen terlibat dalam gerakan keberlanjutan dan keadilan. 


    Keberadaan koperasi juga menjadi strategi bertahan di tengah ancaman industri ekstraktif, khususnya tambang, yang mulai mengincar wilayah adat. *“Kopi adalah pernyataan sikap: tanah adat bukan untuk dijual, tapi untuk dihidupi,”* ucap Aldi­ansyah.

    Ia yakin, sinergi koperasi dan pemerintah desa akan menjadi model pembangunan yang memadukan perlindungan adat dengan penguatan ekonomi. “Kalau ini berhasil, Suku Berco akan mengirim pesan ke dunia: kedaulatan bisa diseduh setiap pagi.” tutupnya.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini