![]() |
| Pandu Wira Atmojo - Ketua Bidang Kaderisasi PMII Sumbawa |
Sumbawa, SUMBAWAUPDATE.COM – Indonesia seolah tak pernah sepi dari pusaran isu yang datang dan pergi silih berganti. Setiap kali sebuah persoalan besar muncul ke permukaan dan berpotensi mengguncang kekuasaan, selalu saja hadir isu-isu baru yang viral, memicu emosi publik, namun seringkali mengaburkan akal sehat. Pemerintah dituding piawai memainkan narasi, sementara masyarakat dinilai rentan terprovokasi. Benarkah demikian?
Kita tentu masih ingat bagaimana kasus Ferdy Sambo (8 Juli 2022) sempat menjadi buah bibir di seluruh pelosok negeri. Namun, alih-alih menjadi momentum untuk melakukan pembenahan sistemik, kasus tersebut justru terlarut dalam drama panjang yang berlarut-larut. Tragedi Kanjuruhan (1 Oktober 2022) yang merenggut ratusan nyawa juga perlahan meredup, tanpa keadilan yang benar-benar memuaskan rasa keadilan publik. Belum lagi kasus korupsi BTS Kominfo (2023) hingga isu BBM oplosan (2024) yang mencuat sekejap, lalu tenggelam ditelan hiruk pikuk pemberitaan yang lebih sensasional, seperti ramainya perbincangan soal akun Twitter “Fufufafa” (2025).
Ketika sebagian masyarakat menyuarakan aspirasi melalui aksi demonstrasi “Bubarkan DPR” (Mei 2024), fokus media justru lebih tertuju pada potensi kericuhan yang mungkin terjadi, ketimbang substansi tuntutan yang disuarakan. Bahkan, tak jarang aksi-aksi yang awalnya murni digerakkan oleh idealisme mahasiswa justru ditunggangi oleh oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan idealisme tersebut sebagai kendaraan politik untuk mencapai tujuan terselubung. Perlawanan moral yang seharusnya menjadi panggung untuk menyuarakan kebenaran, justru dimanfaatkan untuk melanggengkan kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan.
Puncaknya, polemik terkait framing sebuah tayangan di stasiun televisi swasta (Trans7, 2025) memunculkan pertanyaan besar tentang independensi media dan potensi penyalahgunaan isu agama untuk menutupi persoalan-persoalan fundamental yang dihadapi bangsa. Agama yang seharusnya menjadi sumber kedamaian dan inspirasi, justru rentan dipolitisasi dan dijadikan alat untuk memecah belah persatuan.
Di tengah kompleksitas persoalan ini, penting bagi kita untuk bersikap jujur dan reflektif. Apakah isu-isu yang mendominasi ruang publik saat ini benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat, atau justru merupakan bagian dari strategi kekuasaan untuk mempertahankan status quo? Apakah publik, tanpa disadari, telah menjadi alat yang digerakkan oleh kebisingan isu itu sendiri?
Oleh karena itu, sudah saatnya masyarakat Indonesia belajar untuk lebih kritis dan jeli dalam membaca arah isu. Kita perlu bertanya: siapa yang diuntungkan, siapa yang dikorbankan, dan siapa yang bersembunyi di balik layar? Sebab, bangsa yang besar bukanlah bangsa yang mudah diombang-ambingkan oleh provokasi, melainkan bangsa yang mampu menjaga akal sehat di tengah hiruk-pikuk kebohongan dan disinformasi.
Penulis : Pandu
Disclaimer: Opini yang terkandung dalam artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Redaksi SumbawaUpdate.com tidak bertanggung jawab atas isi dan implikasi dari opini yang disampaikan.


