-->
  • Jelajahi

    Copyright © sumbawaupdate
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Techonlogy

    LBH Keadilan Samawa Rea Gugat Logika Kriminalisasi: Ekspresi Bukan Delik

    Selasa, 11 November 2025, November 11, 2025 WIB Last Updated 2025-11-11T15:16:40Z
    masukkan script iklan disini


    Penyunting : Aldiansyah

    Editor : Rizky Alfatiha Suri


    LBH Keadilan Samawa Rea menilai penetapan tersangka terhadap Ketua Umum Front Pemuda Peduli Keadilan (FPPK) Pulau Sumbawa, Abdul Hatab, sebagai bentuk kriminalisasi terhadap hak warga menyampaikan pendapat di forum resmi pemerintah.



    ---

    Polresta Mataram resmi menetapkan Abdul Hatab, Ketua Umum Front Pemuda Peduli Keadilan (FPPK) Pulau Sumbawa, sebagai tersangka dugaan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 310 KUHP. Penetapan tersebut tertuang dalam Surat Ketetapan Nomor S.Tap/523/XI/RES.1.14/2025/Reskrim, tertanggal 10 November 2025, yang ditandatangani oleh AKP Regi Halili, S.Tr.K., S.I.K., Kasat Reskrim Polresta Mataram. 


    Langkah penyidik diambil setelah gelar perkara pada 4 November 2025, diikuti dengan pengiriman SPDP ke Kejaksaan Negeri Mataram dan Surat Panggilan Nomor Spgl/320/XI/RES.1.14/2025/Reskrim untuk pemeriksaan pada Selasa, 11 November 2025. 


    Kasus ini bermula dari forum hearing resmi yang digelar oleh Kanwil ATR/BPN NTB pada November 2024. Dalam forum tersebut, Abdul Hatab hadir secara resmi sebagai Ketua Umum FPPK Pulau Sumbawa bersama beberapa pengurusnya, menyampaikan pandangan kritis tentang dugaan praktik mafia tanah di Sumbawa. 


    Pernyataannya disampaikan dalam ruang rapat resmi pemerintah, bukan dalam konferensi pers ataupun siaran media. Namun, seorang peserta rapat, "S", yang merupakan ASN, kemudian melaporkannya ke Polresta Mataram dengan tuduhan pencemaran nama baik. 


    Direktur LBH Keadilan Samawa Rea, Febriyan Anindita, menyebut penetapan tersangka itu sebagai langkah keliru dan berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara. 


    “Abdul Hatab tidak sedang berorasi di jalanan. Ia berbicara dalam forum resmi yang diadakan pemerintah. Itu ruang demokrasi yang sah, bukan tempat lahirnya delik pidana,” ujar Febriyan di Sumbawa, Rabu (12/11). 


    Menurutnya, penggunaan pasal pencemaran nama baik dalam konteks partisipasi publik adalah bentuk abuse of process yang bisa membahayakan kebebasan sipil. LBH Keadilan Samawa Rea menilai pasal tersebut sering dijadikan alat membungkam aktivis yang menyuarakan kebenaran publik. 


    “Negara seharusnya hadir melindungi warganya yang menyampaikan kritik, bukan sebaliknya,” tegas Febriyan. 


    Randa Jamra Negara, SH, Pengacara Publik LBH Keadilan Samawa Rea, yang juga dikenal sebagai advokat muda Sumbawa, menegaskan pihaknya akan mengambil langkah hukum tegas atas kasus ini. 


    “Kami melihat ada kesalahan logika hukum dalam penetapan tersangka ini. Ekspresi dalam forum resmi bukanlah tindak pidana. Itu hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU HAM,” ujar Randa. 


    Randa menambahkan, LBH akan mempelajari kemungkinan pengajuan praperadilan terhadap keputusan penyidik jika ditemukan pelanggaran asas-asas hukum acara pidana. Ia juga menyoroti bahwa laporan Abdul Hatab terkait dugaan mafia tanah di Sumbawa justru telah dilaporkan secara resmi ke Kejati NTB, sehingga kasus ini terkesan sebagai balasan balik terhadap pengungkapan dugaan korupsi dan penyimpangan agraria. 


    “Kritik terhadap penyelenggaraan negara tidak boleh dibungkam dengan pasal pencemaran. Itu ancaman bagi demokrasi lokal,” ucapnya. 


    LBH Keadilan Samawa Rea menilai kasus ini menambah daftar panjang kriminalisasi terhadap aktivis daerah yang bersuara soal tata kelola agraria dan mafia tanah. Padahal, forum-forum resmi seperti hearing BPN seharusnya menjadi ruang aman bagi publik untuk menyampaikan pendapat tanpa rasa takut akan jeratan hukum. 


    “Ini bukan sekadar soal satu orang Abdul Hatab, tapi tentang ruang partisipasi rakyat di hadapan negara,” kata Febriyan.

    LBH menegaskan akan terus mendampingi Abdul Hatab dan menyerukan solidaritas masyarakat sipil agar negara tidak terus membiarkan aparat penegak hukum menjadi alat represi terhadap kebebasan berekspresi.


    Sumber :

    Anindita, Febrian. (2025) Dalam wawancara, Ketua PHD AMAN Sumbawa

    Negara, Ramda Jamra. (2025) Dalam wawancara , Pengacara Publik LBH Keadilan Samawa Rea

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini