![]() |
| Muhammad sadam (Menteri Koordinator Pergerakan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Teknologi Sumbawa) |
Sumbawa, SUMBAWAUPDATE.COM-Sebagai Menko Pergerakan BEM UTS, Muhammad Sadam menyoroti satu kenyataan yang tidak bisa di abaikan, keadaan mahasiswa UTS kian memburuk.
Kita sedang berada di titik semangat intelektual mulai redup, nilai perjuangan memburam, dan arah pergerakan kehilangan kompasnya.
Muhammad Sadam berpendapat bahwa Mahasiswa seharusnya menjadi penjaga api perubahan — pelanjut sejarah panjang perjuangan kaum intelektual yang berdiri di atas kesadaran, keberanian, dan pengabdian.
"Kita lupa dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, lupa dengan jati diri mahasiswa yang bukan sekadar pelajar, tapi juga penggerak sosial, peneliti kebenaran, dan pelayan masyarakat" ungkapnya.
"Mahasiswa UTS dikenal kritis. Tapi apa gunanya kritik, bila tidak ada penyelesaian?"
"Apa gunanya berbicara tentang perubahan besar, jika urusan kampus sendiri tidak bisa kita bereskan?"
Kita sering kali berapi-api di forum, namun dingin dalam aksi nyata. Kita bicara tentang idealisme, namun terjebak dalam kenyamanan birokrasi kampus dan rutinitas organisasi tanpa makna.
Sadam menilai kampus seharusnya menjadi ladang subur bagi proses pembentukan karakter.
Setiap konflik, perbedaan, dan gesekan pemikiran adalah peluang untuk belajar — bukan alasan untuk saling menjatuhkan.
Sadam juga meninjau bahwa kader-kader Organisasi Mahasiswa (ORMAWA) hari ini tidak memiliki jaminan utuh dalam prosesnya. Kita masih terjebak dalam pola feodalisme kampus di mana senioritas lebih dihargai daripada kualitas, di mana suara kritis dianggap ancaman, dan di mana keberanian berpikir sering kali dimatikan oleh budaya "takut salah".
Kita lupa bahwa organisasi merupakan ruang belajar untuk memperbaiki diri dan memberi manfaat bagi banyak orang serta mengemban tanggung jawab moral.
Pertanyaannya sekarang :
"Bagaimana kita mau mengubah dunia, sementara merapikan lingkungan sendiri pun belum bisa?"
"Bagaimana kita mau bicara soal nasib bangsa, sementara nasib mahasiswa di kampus sendiri belum kita perjuangkan dengan sungguh-sungguh?"
Inilah saatnya kita kembali pada nilai-nilai dasar pergerakan: kesadaran, keberanian, dan kejujuran dalam berproses.
Mari kita jadikan dinamika kampus ini sebagai ruang perjuangan, bukan ruang perebutan.
Mari kita hidupkan kembali semangat Tri Dharma Perguruan Tinggi — bukan sebagai semboyan, tapi sebagai arah langkah kita.
Mari kita buktikan bahwa mahasiswa UTS bukan sekadar kumpulan nama, tapi barisan yang siap berpikir, bertindak, dan bertransformasi.
Bangkitlah mahasiswa UTS!
Bangkit bukan untuk saling menjatuhkan, tapi untuk saling menegakkan.
Bangkit bukan untuk mencari nama, tapi untuk mengembalikan makna.
Bangkit bukan karena disuruh, tapi karena sadar: perubahan dimulai dari diri sendiri. "Tegas Sadam" (NRE)
